Rabu, 15 April 2009

sterilisasi

I. PENDAHULUAN
Sediaan steril memiliki beberapa sifat bentuk takaran yang unik, seperti bebas dari mikroorganisme, bebas dari pirogen, bebas dari partikulat dan standar yang sangat tinggi dalam hal kemurnian dan kualitas; bagaimanapun, tujuan utama pembuatan sediaan steril adalah mutlak tidak adanya kontaminasi mikroba. Bab ini akan menekankan dari proses sterilisasi yang bertanggungjawab untuk mencapai tujuan ini.
Tidak seperti syarat banyak sediaan yang lain, syarat sterilitas adalah nilai yang mutlak. Sebuah sediaan baik steril maupun non steril. Secara historis, pertimbangan sterilitas bersandar pada uji sterilitas lengkap yang resmi, namun sediaan akhir pengujian sterilitas mengalami banyak batasan [1-4]. Batasan yang paling nyata adalah sifat dasar dari uji sterilitas. Ini adalah uji yang dekstruktif; sehingga, hal ini tergantung pemilihan statistik sampel acak dari keseluruhan lot. Ketidakpastian akan selalu ada selama sampel secara tegas mewakili keseluruhan. Jika diketahui bahwa satu unit dari 1000 unit terkontaminasi (yakni, angka kontaminasi = 0,1%) dan 20 unit disampel secara acak dari 1000 unit, kemungkinan unit yang terkontaminasi dari 20 sampel itu adalah 0,02 [5]. Dengan kata lain, hanya 2% peluang dari yang unit yang terkontaminasi akan dipilih sebagai bagian 20 wakil sampel dari keseluruhan 1000 unit.
Bahkan jika unit yang terkontaminasi satu dari 20 sampel dipilih untuk uji sterilitas, kemungkinan uji sterilitas akan gagal masih ada untuk mendeteksi kontaminasi. Konsentrasi kontaminan mikroba mungkin saja terlalu rendah untuk terdeteksi selama periode inkubasi atau dapat saja tidak cukup berkembang cukup cepat atau tidak sama sekali karena ketidakcukupan media dan inkubasi.
Jika perkembangan mikroba terdeteksi dalam uji sterilitas, maka hal ini dapat mencerminkan pembacaan positif yang salah (false-positive reading) karena masalah kontaminasi aksidental dari media kultur pada saat uji sterilitas berlangsung. Masalah kontaminasi aksidental adalah hal serius, merupakan batasan yang masih tidak dapat dihindari dari uji sterilitas.
Food and Drug Administration (FDA) menerbitkan pedoman mengenai prinsip umum dari proses validasi [6]. Konsep umum dan elemen kunci dari proses validasi yang betul-betul dapat diterima oleh FDA telah diuraikan. Titik utama yang ditekankan pada pedoman adalah ketidakcukupan kepercayaan dari uji sterilitas sediaan akhir dalam memastikan sterilitas dari kumpulan sediaan parenteral steril. Arti yang lebih besar harus ditempatkan pada validasi proses semua sistem yang terlibat dalam produksi hasil akhir.
Batasan-batasan utama ini menunjukkan bahwa kepercayaan pada pengujian sterilitas produk akhir saja dalam memastikan sterilitas sediaan parenteral dapat mengarahkan kepada hasil yang keliru. Salah satu tujuan validasi pada pembuatan sediaan steril adalah untuk meminimalkan ketidakpercayaan terhadap pengujian produk akhir. Tiga prinsip yang terlibat dalam proses validasi sediaan steril adalah :
1. Untuk membuat sterilitas kedalam sediaan
2. Untuk menunjukkan tingkat kemungkinan maksimum yang pasti dimana proses dan metode sterilisasi memiliki sterilisasi yang terpercaya terhadap semua unit dari batch sediaan.
3. Untuk memberikan jaminan yang lebih luas dan mendukung hasil dari uji sterilitas sediaan akhir.
Validasi sediaan steril pada konteks bab ini akan merujuk pada konfirmasi bahwa sebuah produk telah terekspos proses pembuatan dan khususnya metode sterilisasi yang sesuai menghasilkan batch sediaan yang diketahui memiliki derajat nonsteril.
II. PROSES PERUSAKAN MIKROBA
Bagaimanapun tipe kematian yang disebabkan proses sterilisasi – apakah itu panas, kimia atau radiasi – mikroorganisme, terhadap tingkat paparan yang cukup dari beberapa perlakuan, akan mati menurut hubungan logaritmik antara konsentrasi atau populasi sel hidup dan waktu paparan atau dosis radiasi terhadap perlakuan. Hubungan antara populasi mikroba dan waktu ini dapat linear atau nonlinear seperti yang terlihat pada gambar 1. Nilai D, atau waktu atau dosis yang dibutuhkan untuk reduksi satu log pada populasi mikroba, dapat dihitung dari plot ini.
A. Nilai D
Nilai D adalah tunggal, ekspresi kuantitatif dari kecepatan kematian mikroorganisme. Nilai D merujuk pada titik desimal dimana kecepatan kematian mikroba menjadi angka waktu positif dengan menentukan waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi populasi mikroba dengan satu angka desimal. Ini juga merupakan waktu yang dibutuhkan untuk reduksi 90% pada populasi mikroba. Karena itu, waktu atau dosis yang dibutuhkan untuk mereduksi 1000 sel mikroba menjadi 100 sel adalah nilai D. Nilai D penting dalam valisasi proses sterilisasi untuk beberapa alasan :
1. Merupakan ekspresi kinetik spesifik untuk beberapa mikroorganisme pada beberapa lingkungan yang dimaksudkan untuk agen sterilisasi spesifik atau kondisi. Dengan kata lain, nilai D akan dipengaruhi oleh
a. Tipe mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator biologis*
b. Komponen formulasi dan sifat-sifatnya
c. Permukaan dimana mikroorganisme terpapar (gelas, baja, plastik, karet, dalam larutan, serbuk kering, dsb)
d. Suhu, konsentrasi gas, atau jumlah radiasi proses sterilisasi khusus*.
2. Pengetahuan terhadap nilai D pada suhu yang berbeda dalam sterilisasi panas penting untuk penghitungan nilai Z (lihat hal 29)
3. Nilai D digunakan dalam kalkulasi nilai biologis F (lihat hal 29)
4. Ekstrapolasi nilai D dari populasi mikroba yang besar menjadi nilai fraksional (misalnya, 10-x) memprediksikan jumlah reduksi log sebuah periode paparan yang akan dihasilkan.
Nilai D ditentukan secara eksperimental dengan dua metode, metode survivor-curve atau metode fraction-negative. [7,8]. Metode survivor-curve method didasarkan pada plot jumlah log organisme yang bertahan versus varibel independent seperti waktu, konsentrasi gas, atau jumlah radiasi. Metode fraction-negative menggunakan sampel tiruan yang mengandung spora identik yang diperlakukan dengan cara yang sama dan menentukan jumlah (fraksi) sampel masih menunjukkan pertumbuhan mikroba setelah perlakuan dan inkubasi. Data fraksi negatif digunakan terutama untuk menentukan nilai D mikroorganisme yang terekspos pada proses termal kerusakan. Diskusi berikutnya berkonsentrasi pada penghitungan nilai D dengan metode survivor-curve.
Data yang diperoleh dengan metode survivor-curve diplot secara semilogaritma. Titik-titik data dihubungkan dengan least-squares analylis. Dalam banyak kasus persamaan yang sering digunakan adalah persamaan kecepatan kematian orde satu,
Log N = a + bt (1)
Dimana N adalah jumlah organisme yang hidup pada waktu t, a adalah intersep Y dan b adalah slop garis yang ditentukan dengan regrasi linear. Nilai D berbanding terbalik dengan slop linear,
D = (2)
Banyak mikroorganisme menghasilkan kurva survivor nonlinear seperti 1-B pada gambar 1. Penyebab kurva survivor nonlinear telah dijelaskan dengan beberapa teori, seperti teori multiple critical sites [9], artifak eksperimental [10] dan heterogenitas spora tahan panas [11]. Model matematika untuk kurva survivor cekung telah dikembangkan oleh Han et al [12]. Rumusnya agak rumit. Sebagai contoh, nilai D untuk kurva survivor nonlinear dapat dihitung dari persamaan berikut :
D = (3) 
Dimana Co dan C1 adalah konsentrasi spora awal dan final, t adalah waktu paparan pada suhu konstan, α adalah konstan yang berhubungan slop sekunder dari kurva cekung, dan B adalah parameter yang diperoleh dari intersep Y yang diekstrapolasikan dari slop kedua. Hal ini jauh lebih mudah, walaupun kurang akurat, untuk menggunakan regresi linear untuk mencocokkan data kurva survivor secara statistik menjadi garis lurus dan menghitung nilai D dan tingkat kepercayaan nilai yang dihitung dari slop garis linear.
Sebuah sediaan yang sedang divalidasi sterilitasnya harus dihubungkan dengan nilai D mikroorganisme baik karena mungkin saja mengkontaminasi sediaan atau paling resisten terhadap proses yang digunakan untuk mensterilisasi sediaan tersebut. Pemanfaatan IB dalam proses validasi sediaan memiliki tujuan untuk menjamin bahwa proses sterilisasi yang menyebabkan reduksi multiple log pada populasi IB dalam sediaan akan cukup untuk merusak semua kontaminan hidup yang mungkin ada.
B. Nilai Z dan F
Istilah ini, sampai sekarang telah digunakan secara ekslusif pada validasi proses sterilisasi panas. Nilai Z berbanding terbalik dengan slop yang dihasilkan dari plot logaritma nilai D versus suhu dimana nilai D diperoleh. Nilai Z dapat disederhanakan sebagai suhu yang dibutuhkan untuk reduksi satu log pada nilai D :
Z = (4)
Gambar 2 memperlihatkan plot resistensi panas untuk nilai Z pada 10o C, standar yang diterima untuk sterilisasi uap dari spora B. stearothermophilus dan untuk nilai Z 20o C, standar yang diusulkan [13] untuk sterilisasi panas kering dari spora B. subtilis. Plot-plot ini penting karena seseorang dapat menentukan nilai D dari mikroorganisme indikator pada suhu yang diinginkannya. Dan juga, besarnya slop menunjukkan derajat relatif kematian sejalan dengan meningkat atau menurunnya suhu.
Derivasi matematika persamaan nilai Z memungkinkan kalkulasi ekspresi kuantitatif tunggal untuk waktu waktu efektif paparan pada suhu yang diinginkan untuk sterilisasi. Nilai Fo C. Nilai F dihitung dengan persamaan berikut : mengukur waktu ekivalen, bukan waktu jam, bahwa sebuah benda yang dimonitor terpapar pada suhu yang diinginkan, misalnya 121
F = (5)
Dimana Δt adalah interval waktu pengukuran suhu sediaan T dan T0 adalah suhu referensi; contohnya T0 = 121o C untuk sterilisasi uap. Nilai F terlihat pada gambar 3. Persamaan lain untuk nilai F yang digambarkan pada gambar 3 diberikan dalam persamaan berikut ;
(6)
Dimana L = 10 , yang merupakan konstan kematian yang menggabungkan batas waktu lebih antara waktu 1 dan waktu 2. Menggabungkan persamaan (6) antara dua titik waktu akan menghasilkan area di bawah 10 versus waktu kurva seperti yang terlihat di gambar 3.
Persamaan Fo yang lebih familiar spesifik khusus untuk nilai Z 10oC dan nilai To 121oC :
Fo = (7)
Contoh perhitungan manual nilai Fo diperlihatkan pada tabel 1.
Nilai Fo disebutkan baik di USP XXII/ NF XVII dan di CGMPs untuk volume parenteral yang besar (LVPs). Kedua sumber menunjukkan bahwa proses sterilisasi uap harus cukup menghasilkan nilai Fo paling tidak 8 menit. Ini berarti bahwa lokasi yang terdingin pada sterilizer yang memuat konfigurasi harus terpapar pada waktu ekivalen paling kurang 8 menit pemaparan pada suhu paling kurang 121oC. Jika nilai D diketahui, jumlah reduksi log pada populasi mikroba indikator tidak akan diketahui. Inilah mengapa pengetahuan terhadap nilai D sangat penting dalam menentukan reduksi log pada bio-dasar mikroba.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai reduksi log mikroba diturunkan sbb :
Dt = (8)
Dimana t adalah waktu pemanasan pada suhu tertentu, A jumlah awal mikroorganisme (bio-dasar atau muatan mikroba), dan B jumlah mikroorganisme yang hidup setelah waktu pemanasan t . Dengan menetapkan t pada persamaan (8) sebagai waktu ekivalen paparan pada suhu T, persamaan (8) kemudian dapat diturunkan sebagai
Dt = (9)
Jika persamaan (9) diatur kembali untuk memecahkan nilai reduksi mikroba:
(10)
Sebagai contoh, jika FT = 8 menit dan D¬¬T = 1 menit, nilai reduksi mikroba Yn = 8, atau proses sudah cukup untuk menghasilkan reduksi log pada populasi mikroba dengan nilai D 1 menit pada suhu T spesifik.
C. Kemungkinan Nonsteril
Pflug [14] menyarankan bahwa istilah kemungkinan unit nonsteril dipakai untuk menetapkan sediaan bebas dari kontaminasi mikroba. Istilah ini secara matematis merupakan B pada persamaan (10). Sehingga, pemecahan untuk B,
B = antilog (11)
Tanda 10-6, umumnya digunakan pada validasi sterilisasi, merupakan nilai B dalam persamaan (11). Maksudnya adalah setelah waktu ekivalen periode paparan unit FT , popiulasi mikroba yang memiliki nilai awal A telah berkurang menjadi nilai B 10-6 . Secara statistik, tanda eksponensial ini menandakan bahwa satu dari 1 juta unit sediaan secara teoritis nonsteril setelah paparan sterilisasi unit FT . Contohnya, jika 106 mikroorganisme memiliki nilai D 1 menit pada 121o C ditempatkan pada wadah dan wadah terpapar pada 121o C selama waktu ekivalen 12 menit,
B = antilog = 10-6 (12)
* Indikator biologis (IB) adalah bentuk spora hidup dari mikroorganisme yang telah diketahui menjadi oragisme hidup paling resisten hingga berefek lethal dari proses sterilisasi tertentu. Untuk sterilisasi uap, mikroorganisme yang paling resisten adalah Bacillus stearothermophillus. Bentuk spora dari mikroorganisme ini digunakan sebagai IB untuk validasi sterilisasi uap. IB untuk proses sterilisasi yang lain dijelaskan di USP XXII/NF XVII, hal. 1625-1626.
* Sehingga, menyatakan bahwa nilai D = 1 menit, sebagai contoh, menjadi tidak berarti kecuali semua factor di atas telah diidentifikasi. 
Cara Sterilisai Alat

Alat Cara sterilisasi Pustaka
Beaker, corong, erlenmeyer, botol infuse, vial, ampul, botol tetes mata/larutan cuci mata Oven 150oC, 1 jam
Oven 250oC, 15 menit FI III
FI IV
Gelas ukur, kertas saring Otoklaf 115-116oC, 30 menit
Otoklaf 121oC, 15 menit FI III
FI IV
Batang pengaduk, spatula, pinset, kaca arloji, penjepit besi, pipet tetes Direndam dalam alkohol selama 30 menit Watt 1/45
Karet pipet tetes, tutup vial, tutup botol infuse, tutup botol tetes mata/cuci mata Rebus dengan air mendidih selama 30 menit Watt 1/45
Mortir, stamper Dibakar dengan etanol 95% 
Buret Larutan perasetat dimasukkan ke dalam buret selama 30 menit 



2 komentar: